Tangisan Imam Hanafi Berjumpa Anak Kecil
Abu Hanifah Nu’man bin Tsabit, atau populer disebut Imam Hanafi, pernah berpapasan dengan seorang anak kecil yang tampak berjalan mengenakan sepatu kayu.
”Hati-hati, Nak, dengan sepatu kayumu itu. Jangan sampai kau tergelincir,” sang imam menasehati. Bocah miskin ini pun tersenyum, menyambut perhatian pendiri mazhab Hanafi ini dengan ucapan terima kasih. ”Bolehkah saya tahu namamu, Tuan?” tanya si bocah. ”Nu’man.” ”Jadi, Tuan lah yang selama ini terkenal dengan gelar al-imam al-a‘dham (imam agung) itu?” ”Bukan aku yang menyematkan gelar itu. Masyarakatlah yang berprasangka baik dan menyematkan gelar itu kepadaku.” "Wahai Imam, hati-hati dengan gelarmu. Jangan sampai Tuan tergelincir ke neraka gara-gara dia. Sepatu kayuku ini mungkin hanya menggelincirkanku di dunia. Tapi gelarmu itu dapat menjerumuskanmu ke kubangan api yang kekal jika kesombongan dan keangkuhan menyertainya.” Ulama kaliber yang diikuti banyak umat Islam itu pun tersungkur menangis. Imam Hanafi bersyukur. Siapa sangka, peringatan datang dari lidah seorang bocah. Kisah Ayah Imam Syafii Mencari Rizki Yang Halal
Seorang pemuda bernama Idris berjalan menyusuri sungai. Tiba-tiba ia melihat buah delima yang hanyut terbawa air. Ia ambil buah itu dan tanpa pikir panjang langsung memakannya.
Ketika Idris sudah menghabiskan setengah buah delima itu, baru terpikir olehnya, apakah yang dimakannya itu halal? Buah delima yang dimakan itu bukan miliknya. Idris berhenti makan. Ia kemudian berjalan ke arah yang berlawanan dengan aliran sungai, mencari dimana ada pohon delima. Sampailah ia di bawah pohon delima yang lebat buahnya, persis di pinggir sungai. Dia yakin, buah yang dimakannya jatuh dari pohon ini. Idris lantas mencari tahu siapa pemilik pohon delima itu, dan bertemulah dia dengan sang pemilik, seorang lelaki setengah baya. “Saya telah memakan buah delima anda. Apakah ini halal buat saya? Apakah anda mengihlaskannya?” kata Idris. Orang tua itu, terdiam sebentar, lalu menatap tajam. “Tidak bisa semudah itu. Kamu harus bekerja menjaga dan membersihkan kebun saya selama sebulan tanpa gaji,” katanya kepada Idris. Demi memelihara perutnya dari makanan yang tidak halal, Idris pun langsung menyanggupinya. Sebulan berlalu begitu saja. Idris kemudian menemui pemilik kebun. “Tuan, saya sudah menjaga dan membersihkan kebun anda selama sebulan. Apakah tuan sudah menghalalkan delima yang sudah saya makan?” “Tidak bisa, ada satu syarat lagi. Kamu harus menikahi putri saya; Seorang gadis buta, tuli, bisu dan lumpuh.” Idris terdiam. Tapi dia harus memenuhi persyaratan itu. Idris pun dinikahkan dengan gadis yang disebutkan. Pemilik menikahkan sendiri anak gadisnya dengan disaksikan beberapa orang, tanpa perantara penghulu. Setelah akad nikah berlangsung, tuan pemilik kebun memerintahkan Idris menemui putrinya di kamarnya. Ternyata, bukan gadis buta, tulis, bisu dan lumpuh yang ditemui, namun seorang gadis cantik yang nyaris sempurna. Namanya Ruqoyyah. Sang pemilik kebun tidak rela melepas Idris begitu saja; Seorang pemuda yang jujur dan menjaga diri dari makanan yang tidak halal. Ia ambil Idris sebagai menantu, yang kelak memberinya cucu bernama Syafi’i, seorang ulama besar, guru dan panutan bagi jutaan kaum muslimin di duni Dua Rakaat Sebelum Subuh Mengalahkan Dunia Seisinya
Dua rakaat sebelum shalat subuh sangat dianjurkan oleh Rasulullah saw. Nilai dua rakaat (sebelum subuh) ini, sebagaimana pesan Rasulullah saw lebih baik dari pada jagad seisinya.
ركعتا الفجر خير من الدنيا وما فيها Dua rakaat shalat fajar lebih baik dari dunia seisinya. Banyak sekali istilah yang digunakan untuk menunjukan dua rakaat sebelum shubuh. Dari redaksi hadits tersebut sebagian ulama mengatakannya shalat sunnah fajar. Adapula yang menamainya sebagai shalat sunnah subuh karena dilakukan sesebelum shalat subun. Ada pula yang mengatakan shalat sunnah barad mungkin karena dilaksanakan ketika hari masih dingin. Ada pula yang menamakan shalat sunnah ghadat yaitu shalat sunnah yang dilakukan pagi-pagi sekali. Oleh karena itu dalam Nihayatuz Zain, Syaikh Nawawi memperbolehkan niat shalat dua rakaat subuh ini dengan berbagai macam istilah tersebut. Misalkan ushalli sunnatal fajri rok’ataini ada’an lillahi ta’ala. Atau boleh juga ushalli sunnatal barodi rok’ataini ada’an lillahi ta’ala sunnatas subhi, dan seterusnya. Atau boleh juga yang lebih lengkap adalah اُصَلِّيْ سُنَّةَ الصُّبْحِ رَكْعَتَيْنِ مُسْتَقْبِلَ اْلقِبْلَةِ اَدَاءً لِلَّهِ تَعَالَى Usholli sunnatas shubhi rok'ataini mustaqbilal qiblati adaa-an lillaahi ta'aala. Di samping itu yang harus diperhatikan adalah anjuran untuk tidak berlama-lama dalam shalat, mengingat predikat shalat ini adalah shalat sunnah. Walaupun nilainya lebih berharga daripada dunia seisinya. Selain itu alasan kebergegasan dua rakaat ini adalah mengikuti Rasulullah saw (liitba’I sunnatir rasul) yang cukup membaca surat al-Kafirun dalam rakaat pertama (setelah al-fatihah) dan al-Ikhlash (setelah al-fatihah)pada rakaat kedua. Atau membaca Alam Nasyrakh (surat al-Insyirakh) pada rakaat pertama dan Alam Taro(Surah al-Fiil) pada rakaat ke dua. Secara praktis, tersebut pula dalam Nihayatuz zain anjuran untuk membaca wirid khusus setelah dua rakaat sambil menunggu shalat subuh. Bacaan itu adalah (1) Ya Hayyu Ya Qayyum La Ilaha Illa anta, 40 kali. (2) Surat Al-Ikhlas, 11 kali (3) Surat Al-Falaq, 1 kali (4) Surat An-Nas, 1 kali dan (5) Subhanallah wa Bihamdihi, Subhanallahil Adhim, Asytaghfirullah, 100 kali. Demikianlah keterangan dua rakaat sebelum shalat subuh yang menurut sebagian ulama dikategorikan sebagai rawatib (sebagaimana shalat qabliyah lainnya) yang dilaksanakan sebelum shalat subuh. |
10 Alasan Pentingnya Memperingati Maulid Nabi
Alasan kelima adalah sebuah hadits yang dijadikan landasan oleh as-Suyuthi dalam kitabnya Husnul Maqashid fi ‘Amalil Maulid bahwa sesungguhnya Nabi Muhammad saw mengakikahkan dirinya setelah menerima wahyu kenabian. Padahal telah diriwayatkan bahwa Abdul Muthallib sang paman Rasulullah itu telah mengakikahkannya pada hari ke tujuh setelah kelahirannya, sedangkan akikah tidak perlu diulang dua kali.
Oleh karena itu, menurut As-Suyuthi hadits ini memiliki makna lain bahwa apa yang dilakukan oleh Rasulullah saw merupakan bentuk syukur kepada Allah swt yang telah menciptakannya sebagai rahmat bagi seluruh alam serta penghormatan untuk semua umatnya. Sebagaimana beliau bershalawat atas dirinya sendiri. Oleh sebab itu, kita juga disunnahkan untuk memperlihatkan rasa syukur atas kelahiran Rasulullah saw dengan berkumpul sesama saudara, kawan, member makan fakir miskin serta bentuk-bentuk peringatan lain yang menunjukkan kebahagiaan.
Alasan keenam adalah keterangan dari beberapa hadits yang mengistimewakan hari Jum’at sebagai hari kelahiran Nabi Adam as. hal ini bisa dijadikan qiyas (analogi) kemuliaan hari kelahiran Rasulullah saw. Dalam sunan at-Turmudzi hadits no. 491 Rasulullah saw menyatakan bahwa
خيريوم طلعت فيه الشمس يوم الجمعة فيه خلق أدم
Hari yang paling mulia adalah hari Jum’at, hari diciptakannya nabi Adam.
Begitu juga yang diriwayat an-Nasa’ai dan Abu Daud dengan sanad Sahih bahwa Rasulullah saw bersabda:
إن من أفضل أيامكم يوم الجمعة فيه خلق أدم وقبض وفيه النفخة وفيه الصعقة فأكثروا علي من الصلاة فيه فإن صلاتكم معروضة علي
“Sesungguhnya hari yang paling mulia diantara hari-hari kalian adalah hari jum’at. Pada hari itulah Adam diciptakan, diwafatkan, ditiupkan ruh dan dibangkitkan. Maka perbanyaklah shalawat kepadaku (kepada Rasulullah saw) pada hari itu. Sesungguhnya shalawat kalian akan sampai padaku…”
Sebenarnya objek kajian dalam dua hadits di atas tidak sekedar keisitmewaan hari Jum’at tetapi momentum yang termuat di dalamnya yaitu hari kelahiran, hari kewafatan dan hari kebangkitan Nabi Adam as sebagai bapak manusia.
Dengan kata lain, kemuliaan dan keagugan itu sama sekali tidak mengacu pada hari itu sendiri. Melainkan pada apa yang pernah terjadi pada hari itu. Dengan demikian, ia bisa diperingati berulang-ulang, baik setiap minggu, atau setiap tahun sebagai wujud rasa syukur kepada Allah ata nikmat yang telah dilimpahkan-Nya.
Selaras dengan hal itu adalah alasan ketujuh yang mengambil pelajaran dari kisah para nabi (Nabi Yahya, Nabi Isa dan Maryam ) yang diceritakan dalam al-Qur’an dengan tujuan meneguhkan hati Rasulullah saw sebagai seorang rasul. Sebagaimana disebutkan dalam surat Hud ayat 120:
Dan semua kisah dari rasul-rasul Kami ceritakan kepadamu, ialah kisah-kisah yang dengannya Kami teguhkan hatimu.
Artinya, kisah-kisah Nabi yang diceritakan Allah swt kepada Nabi Muhammad saw dalam al-Qur’an sebenarnya bertujuan untuk menguatkan hati Rasulullah saw. Maka kisah tentang kehidupan Rasulullah saw (sirah nabi) yang disebut-sebut dalam acara maulidurrasul berfungsi sebagai peneguh hati (kita) umatnya. Bukankah hal ini sebuah kebaikan dan perlu dilestarikan?
Alasan kedelapan adalah alasan yang bersifat sosiologis. Peringatan maulid nabi merupakan wasilah untuk melaksanakan berbagai macam kebaikan, apalagi tradisi masyarakat kita yang selalu melaksanakan bersama-sama.
Secara otomatis hal ini akan menambah syiar agama Islam itu sendiri sebagaimana dengan shalat Jum’ah. Dan lebih dari itu perkumpulan ini selalu menuntut berbagai macam kegiatan yang baik-baik. Sebut saja pengajian, majlis ta’lim, berdzikir, bersedekah dan yang pasti adalah membaca shalawat dan menutur cerita kehidupan Rasululllah saw. Seperti yang diperintahkan oleh Allah swt dalam Surat al-Ahzab ayat 56:
إِنَّ اللَّهَ وَمَلَائِكَتَهُ يُصَلُّونَ عَلَى النَّبِيِّ يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا صَلُّوا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوا تَسْلِيماً
Sesungguhnya Allah dan malaikat-malaikatNya bershalawat untuk Nabi. Wahai orang-orang yang beriman, bershalawatlah kamu sekalian untuk Nabi dan ucapkanlah salam penghormatan kepadanya. (Al-Ahzab: 56)
Ibnu Katsir dalam tafsirnya menerangkan makna ayat tersebut bahwa Allah swt menunjukkan kepada manusia derajat tingginya Rasulullah saw sehingga Allah swt membacakan shalawat kepadanya. Dan memerintahkan semua manusia dan juga para malaikat untuk bershalawat juga.
Perintah bershalawat kepada Rasulullah saw dan bukanlah sesuatu yang dilarang bahkan Rasulullah saw memperbolehkannya. Demikian yang diceritakan oleh sebuah hadits sebagaimana disebut dalam shahih al-Bukhari yang diriwayatkan oleh Salmah bin al-Akwa’ “kami berperang bersama Rasulullah saw dalam perang Khaibar. Saat itu kami berangkat pada malam hari. Lalu ada seorang lelaki berkata kepada Amir bin Akwa’ “maukah kamu memperdengarkan kepada kami bait-bait syairmu?” Amir adalah seorang penyair. Lalu dia tinggal beberapa waktu dan bersyair:
Tidak kami maupun mereka akan mendapatkan petunjuk jika bukan karenamu
Tidak juga kami akan bersedekah atau bersembahyang
Maka maafkanlah kami ketika membelamu
Dan tetapkanlah kaki kami ketika bertemu musuh
Berikanlah ketenangan atas kami
Sungguh jika kami diseur, kami akan datang
Alasan kesembilan adalah Surat Yunus ayat 58 yang berbunyi
قل بفضل الله وبرحمته وبذلك فليفرحوا هو خير مما يجمعون
Katakanlah dengan karunia Allah dan rahmat-Nya hendaklah dengan itu mereka bergembira. Karunia Allah dan rahmatNya itu adalah lebih baik dari pada apa yang merek kumpulkan. (Yunus: 58)
Apakah yang dimaksud dengan rahmat dalam ayat di atas? Apakah bentuk rahmat itu? Para mufassir berbeda pendapat mengenai hal ini. Namun dalam ulumul qur’an diterangkan bahwa menafsirkan ayat dengan ayat al-Qur’an yang lain merupakan bentuk penafsiran yang paling kuat. Karenanya as-Suyuthi dalam ad-Durrul Mantsur menafsirkan kata rahmat dengan Surat al-Anbiya ayat 107:
وماأرسلناك إلا رحمة للعالمين
Dan tiadalah Kami mengutus kamu, melainkan untuk (menjadi) rahmat bagi semesta alam (al-Anbiya: 107)
Sebagaimana dikutip dari Ibnu Abbas:
وأحرج أبو الشيخ عن ابن عباس فى الأية قال: فضل الله العلم ورحمته محمد صلى الله عليه وسلم : قال الله (وما أرسلنك إلا رحمة للعالمين)
Bahwa yang dimaksudkan dengan karunia Allah swt adalah ilmu dan rahmat-Nya adalah Nabi Muahammad saw. Allah swt telah berfirman (Dan tiadalah Kami mengutus kamu, melainkan untuk (menjadi) rahmat bagi semesta alam) (al-Anbiya: 107)
Maka menjadi jelas bahwa Rasulullah saw memang diciptakan oleh Allah sebagai rahmat bagi alam jagad raya. Maka kalimat selanjutnya dalam Surat Yunus di atas yang berbunyi ‘hendaklah mereka bergembira’ secara otomatis memerintahkan kepada umat muslim menyambit gembira atas rahmat tersebut. bukankah ini alasan yang sangat penting mengapa kita harus bergembira menyambut maulidurrasul?
Sedangkan alasan yang kesepuluh pentingnya memperingati maulidurrasul adalah tidak adanya hukum yang jelas-jelas melarangnya. Meskipun melaksanakan peringatan maulid juga bukanlah termasuk ibadah tauqifiyah. Namun peringatan ini seringkali menjadi wahana mendekatkan diri kepada Allah swt. yang sangat dianjurkan.
Oleh karena itu, jika kacamata syari’at mengategorikan berbagai macam praktek ibadah menjadi dua yaitu yang disenangi dan dibenci, maka memperingati hari maulid dapat dikategorikan sebagai ibadah yang disenangi syariat.
Demikianlah sepuluh alasan mengapa umat muslim perlu memperingati hari kelahiran Rasulullah saw yang dijabarkan oleh Omar Abdullah Kamel dalam kitabnya Kalimatun Hadi’atun fil Bid’ah, Kalimatun Hadi’atun fil Ihtifal bi Maulid, Kalimatun Hadi’atun fil Istighatsah.